EDEMA PARU AKUT
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Anatomi
Fisiologi
Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan
oksigen dari atmosfer menuju ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari
sel-sel ke udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana
sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan
yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu
rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan
membran kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan
sistem kardiovaskuler.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru
adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus
terminalis. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara
tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
bersilia dan bersel goblet.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus
terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung
udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya
dibatasi oleh alveoli, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur
akhir paru-paru.
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung
gas yang dikelilingi oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan
gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu
pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi.
Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan
surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi
terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada
waktu ekspirasi.
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru
oleh sel epitel alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu
barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke
rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler
paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas membran basal,
sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan
jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor
penentu yang penting dalam pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan
tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial,
serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut, dan molekul besar seperti
protein plasma. Faktor-faktor penentu ini dijabarkan dalam hukum starling.
B. Edema Paru Akut
a. Definisi
Edema Paru Akut
1) Menurut
Lippincott Williams & Wilkins. 2002
Edema
paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang
ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut.
Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial
melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan
ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke
dalam sirkulasi (Flick, 2000, Hollenberg, 2003). Edema paru akut dapat terjadi karena
penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung ( edema paru kardiogenik dan
non kardiogenik ).
Angka
kematian edema paru akut karena infark
miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan karena gagal jantung mencapai
30% (Haas, 2002). Pengetahuan dan
penanganan yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang
terjadi (Alpert, 2002).
2) Menurut
Mery Baradero.2008
Oedema
Paru Akut adalah suatu keadaan darurat medis yang diakibatkan oleh kegagalan
berat ventrikel kiri. Selain kegagalan berat ventrikel kiri, edema paru akut
dapat pula diakibatkan oleh:
a) Inhalasi
gas yang memberi rangsangan, seperti karbon monoksida
b) Overdosis
obat barbiturat atau opiat
c) Pemberian
cairan infus, plasma, transfusi darah yang terlalu cepat
Edema
paru yang disebabkan oleh kegagalan jantung menimbulkan peningkatan tekanan
vena kapiler-kapiler pulmonal. Peningkatan takanan pulmonal ini melebihi
tekanan intravaskular osmotik. Oleh karena itu, cairan plasma dari kapiler dan
venula dapat masuk ke dalam alveoli melalui membran alveolar-kapilar. Dari
alveoli, cairan dapat dengan cepat memasuki bronkiale, dan bronki pasien dapat
tenggelam dalam cairan ini.
3) Menurut
Diane C. Baughman. 2000
Edema
paru adalah peningkatan abnormal cairan di dalam paru-paru, baik dalam spasium
interstitial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding kapilar, merembes
ke jalan napas dan menimbulkan dipnea hebat. Penyakit ini merupakan kondisi
yang mengancam jiwa yang membutuhkan perhatian segera. Edema paru non-kardiak
telah menjadi penyebab yang luas: menghirup toksik, takar jalak obat, dan edema
paru neurogenik. Penyebab umum edema pulmonal adalah penyakit jantung, y.i.,
hipertensif arteroskelotik valvular, miopatik. Jika tindakan yang tepat segera
dilakukan, serangan dapat dihentikan dan pasien dapat bertahan terhadap
komplikasi ini.
4) Menurut
kelompok
Edema,
berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam
pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam
jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi
karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada
cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma
(bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema
paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan
tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari
darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema
paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga
sulit untuk bernapas.
b. Etiologi
1) Ketidak-seimbangan
Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
·
Peningkatan tekanan vena paru tanpa
adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
·
Peningkatan tekanan vena paru sekunder
oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri.
·
Peningkatan tekanan kapiler paru
sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b) Penurunan
tekanan onkotik plasma.
·
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena
penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c) Peningkatan
tekanan negatif intersisial :
·
Pengambilan terlalu cepat pneumotorak
atau efusi pleura (unilateral).
·
Tekanan pleura yang sangat negatif oleh
karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d) Peningkatan
tekanan onkotik intersisial.
·
Sampai sekarang belum ada contoh secara
percobaan maupun klinik.
2) Perubahan
permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a) Pneumonia
(bakteri, virus, parasit).
b) Bahan
toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap
Teflon®, NO2, dsb).
c) Bahan
asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d) Aspirasi
asam lambung.
e) Pneumonitis
radiasi akut.
f) Bahan
vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g) Disseminated
Intravascular Coagulation.
h) Imunologi
: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
i)
Shock Lung oleh karena trauma di luar
toraks.
j)
Pankreatitis Perdarahan Akut.
3) Insufisiensi
Limfatik :
a) Post
Lung Transplant.
b) Lymphangitic
Carcinomatosis.
c) Fibrosing
Lymphangitis (silicosis).
4) Tak
diketahui/tak jelas
a) High
Altitude Pulmonary Edema.
b) Neurogenic
Pulmonary Edema.
c) Narcotic
overdose.
d) Pulmonary
embolism.
e) Eclampsia
f) Post
Cardioversion.
g) Post
Anesthesia.
h) Post
Cardiopulmonary Bypass.
c. Klasifikasi
Berdasarkan
penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui
oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan
oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang
akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung
Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung
Kiri Khronik.
1) Cardiogenic pulmonary edema
Edema
paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ
jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa
tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic
pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung
kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari
beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan
dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang
abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa
dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya,
menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli
ketika tekanan membesar.
2) Non-cardiogenic
pulmonary edema
Non-cardiogenic
pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
a) Acute
respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas
dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang
mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi
dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b) kondisi
yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma,
luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau
radiasi pada paru-paru.
c) Gagal
ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d) High
altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e) Trauma
otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f) Paru
yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural
effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat
berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral
pulmonary edema).
g) Jarang,
overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
h) Penyebab-penyebab
lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk
pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung
injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.
C.
Patofisiologi
Edema Paru Akut
Edema
Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini
dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan
oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal
jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab
lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
E.
Manifestasi
Klinis
1) Menurut
Diane C. Baughman 2002
a)
Serangan khas terjadi pada malam hari
setelah berbaring selama beberapa jam dan biasanya didahului dengan rasa
gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
b)
Awitan sesak napas mendadak dan rasa
asfiksia (seperti kehabisan napas), tangan menjadi dingin dan basah, bantalan
kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
c)
Nadi cepat dan lemah, vena leher
distensi.
d) Batuk
hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
e)
Dengan makin berkembangnya edema paru,
ansietas berkembang menjadi mendekati panik, pasien mulai bingung dan kemudian
stupor.
f)
Napas menjadi bising dan basah, dapat
mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh
cairan sendiri).
2) Menurut
wordpress.com
Gejala yang paling umum
dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang
berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut.
Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan
sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion),
napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah
yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary
edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter
mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles
(suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada
muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis
Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan
pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru
dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga
tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi
karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada
stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal
(garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh
karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.
Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi
ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada
stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati
(Ingram and Braunwald, 1988).
Edema
Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang
dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa
dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan
mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan
kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan
cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau
kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti
pada cardiogenic shock lung.
F.
Pemeriksaan
Diagnostik
a. Menurut Marilynn
E Dongoes dkk. 1999
1) EKG : Hiportrofi atrial atau
ventricular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat,
disritmia mis… takikardia, fiblirasi atrial, munkin sering terdapat KVP,
kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
menunjukan adanya aneurisme ventricular ( dapat mengakibatkan gagal / disfungsi
jantung )
2) Sonogram ( ekokardiogram,
ekokardiogram dopple ) : dapat menunjukan dimensi perbearan bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventricular
3) Skan jantung ( multigated
acquisition/MUGA ) : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding
4) Kateterisasi jantung : tekanan abnormal
merupakan indikasi dan membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri,
dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat
kontras disuntik ke dalam ventrikel menunjukan ukuran abnormal dan ejeksi
fraksi /perubahan kontraktilitas
5) Rontgen dada : dapat menunjukan
perbesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau
perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
Kontur abnormal mis .. bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukan
aneurisme ventrikel.
b. Menurut wordpress.com
1) Pemeriksaan Fisik
a) Sianosis sentral. Sesak napas dengan
bunyi napas seperti mukus berbuih.
b) Ronchi basah nyaring di basal paru
kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering
dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma
kardiale.
c) Takikardia dengan S3 gallop.
d) Murmur bila ada kelainan katup.
2) Elektrokardiografi. Bisa sinus
takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia
bisa ditemukan.
3) Laboratorium
a) Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2
mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
b) Enzim kardiospesifik meningkat jika
penyebabnya infark miokard.
c) Darah rutin, ureum, kreatinin, ,
elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T),
angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara
khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri
dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru
yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan
pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua
bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada
paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal.
Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary
edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang
mungkin mendasarinya.
4) Gambaran Radiologi yang ditemukan :
a) Pelebaran atau penebalan hilus
(dilatasi vaskular di hilus)
b) Corakan paru meningkat (lebih dari
1/3 lateral)
c) Kranialisasi vaskuler
d) Hilus suram (batas tidak jelas)
e) Interstitial fibrosis (gambaran
seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
Gambar
hasil radiologi
Gambar 1 : Edema Intesrtitial
Gambaran
underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).
Gambar 2 : Kardiomegali dan edema
paru
Infiltrat
di daerah basal (edema basal paru)
Edema
“ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)
Gambar 3 : Bat’s Wing
Edema
localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai
kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).
5)
Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
6)
Pengukuran
plasma B-type natriuretic peptide (BNP).
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai
penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma
B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda
protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan
dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per
liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi
menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang
dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
7)
Pulmonary
artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung
yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari
dada atau leher dan dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan
diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries
(cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat
ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam
pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure
dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary
edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong
non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan
interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis adalah:
1) Mengendalikan
hipoksemia
2) Memperlambat
pengembalian darah vena ke jantung
3) Memperbaiki
fungsi jantung
4) Relaksasi
fisik dan mental
Pasien
diberi posisi fowler tinggi. Biasanya dokter memberi obat morfin sulfat 10-15
mg IV. Obat ini dapat mengurangi rasa cemas dan mengurangi tekanan atrium kiri.
Untuk menangani hipoksemia, pasien diberikan oksigen 40-70 %. Kadang-kadang
pasien perlu diintubasi (selang endotrakea atau trakeostomi) agar volume tidal
adekuat dan konsentrasi oksigen yang diperlukan dapat diberikan. Intubasi juga
dapat mempermudah pengisapan untuk mengeluarkan sekresi yang banyak.
Obat-obat
yang diberikan adalah aminofilin intravena untuk bronkodilatasi, meningkatkan
haluaran urine, dan curah jantung; digitalis; diuretik; dan vasodilator.
Apabila tindakan-tindakan diatas tidak membantu, ada dua terapi yang
kontroversial, tetapi juga dipakai dokter, yaitu flebotomi dan torniket rotasi.
Flebotomi adalah insisi pada pembuluh darah vena untuk mengambil sejumlah darah
guna mengurangi darah yang beredar dalam seluruh tubuh. Tekanan pulmonal dapat
berkurang dengan mengurangi jumlah darah yang beredar. Akan tetapi, prosedur
ini juga mengurangi hemoglobin pasien dan dapat memperberat hipoksemia. Tujuan
dari torniket rotasi adalah menahan sejumlah darah pada keempat ekstremitas
sehingga overloading jantung berkurang. Sekitar 1 liter darah dapat ditahan
pada ekstremitas dengan torniket rotasi. Torniket dipasang pada tiga
ekstremitas sekaligus. Tiap 15 menit (menurut arah jarum jam) satu torniket
dilepas dan dipasang ke ekstremitas yang belum ada torniketnya. Dengan demikian
setiap ekstremitas memakai torniket selama 45 menit. Mesin torniket rotasi
dapat menggembungkan dan mengempiskan manset torniket secara automatis.
Torniket
rotasi tidak boleh menghalangi sirkulasi darah arteria pada ekstremitas, yang
dihalangi adalah sirkulasi darah vena. Setelah dilepas satu torniket dan warna
kulit pada tungkai tersebut tidak kembali normal, perawat harus segera memberi
tahu dokter. Apabila prosedur akan dihentikan, torniket dilepas satu per satu
tiap 15 menit untuk menghindari peningkatan tekanan darah vena secara tiba-tiba
dan timbul kembali edema paru.
H. Komplikasi
Perinatal asfiksia (berasal dari bahasa Yunani
sphyzein yang artinya "denyut yang berhenti") merupakan kondisi
kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan ini
bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai
dengan metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan
saraf pusat (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernafas.
Karakteristik
Esensial
Tanda-tanda
khusus dari bayi baru lahir dengan asfiksia, harus memenuhi 4 kriteria berikut
:
a) Metabolik
asidosis, darah diperiksa dari arteri umbilical cord fetus (pH <7 dan basa
defisit >=12 mmol/L)
b) Skor
Apgar 0-3 selama lebih dari 5 menit.
c) Adanya
kelainan neurologis seperti kejang, koma atau hipotonis (neonatal ensefalofati)
d) Disfungsi
multiorgan
Mekanisme
Asfiksia Selama Periode Partus dan Post-Partum
Beberapa
mekanisme yang dapat menimbulkan asfiksia diantaranya :
a) Gangguan
sirkulasi umbilikal, contohnya karena kompresi ''umbilical cord''
b) Tidak
mencukupinya perfusi plasenta, contohnya yaitu hipotensi maternal, hipertensi
kehamilan, dan kontraksi uterus yang abnormal.
c) Gangguan
oksigenasi maternal, contohnya penyakit jantung-paru dan anemia
d) Adanya
gangguan pada pertukaran gas di plasenta, contohnya yaitu abruptio plasenta dan
plasenta previa
e) Paru-paru
bayi gagal bertransisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal
BAB
III
Kasus
:
Pasien Tn. DP,
69 th, datang kerumah sakit dengan keluhan sesak nafas 2 hari smrs. Sesak
dirasakan semakin memperberat sehingga pasien tidak dapat tidur terlentang dan
terbangun malam hari karena sesak. Saat datang, pasien terlihat pucat, nafas
cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer warna merah muda.
Pada pengkaijian
riwayat, pasien seebelumnya pernah dirawat dengan NSTEMI. Pasien juga ada
riwayat hipertensi, dyslipidemia dan merokok 1 bungkus/hari. Hasil pemeriksaan
auskultasi, didapatkan ronkhi ( + ) pada ½ basal paru.Pemeriksaan TD : 140/90
mmHg, N : 90x/menit, RR :28x/menit, saturasi oksigen 92%. Hasil rontgen thorax menunjukan
gambaran edema paru.
A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
a.
Saat masuk Rumah Sakit
Pasien
mengeluh sesak nafas 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan semakin
memperberat sehingga psien tidak dapat tidur terlentang dan terbangun malam
hari karena sesak.
b.
Saat pengkajian
Pasien
terlihat pucat, nafas cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer
warna merah muda. Hasil pemeriksaan auskultasi didapatkan ronkhi (+) pada ½
basal paru. Pemeriksaan TD 140/90 mmHg, nadi 90x/menit, RR 28x/menit, saturasi
oksigen 92%, hasil rontgen thoraks menunjukan gambaran odema paru.
2. Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien
sebelumnya pernah dirawat dengan N-STEMI. Pasien juga ada riwayat hipertensi,
dyslipidemia dan merokok satu bungkus/hari.
3. Data fokus
Data Subjektif
|
Data Objektif
|
Klien
mengatakan “sesak nafas 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit”
Klien
mengatakan “sesak dirasakan semakin memperberat sehingga pasien tidak dapat
tidur terlentang”
Klien
mengatakan “terbangun malam hari karena sesak”
|
1. Klien
terlihat pucat
2. Nafas
cepat disertai batuk
3. Ronkhi
(+) pada 1/2 basal paru
4. TD:
140/90 mmHg
Nadi: 90x per menit
RR: 28x per menit
5. Saturasi
oksigen 92%
6. Rontgen
thoraks (+) odema paru
7. Sputum
encer berwarna merah muda
|
4.
Analisa
Data
No.
|
Data Fokus
|
Masalah
|
Etiologi
|
Paraf
|
1
|
DS 1
Klien mengatakan “sesak nafas 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit”
DO 1
1. Nafas
cepat disertai batuk
2. RR:
28x per menit
3. Ronkhi
(+) pada ½ basal paru
4. Rontgen
thoraks (+) odema paru
5. Sputum
encer berwarna merah muda
|
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
|
Peningkatan produksi sputum dan
pembentukan edema
|
|
2
|
DS 2
Klien
mengatakan “sesak dirasakan semakin memperberat sehingga pasien tidak dapat
tidur terlentang”
DO
2
1. Klien
terlihat pucat
2. N
: 90 x/menit
3. TD:
140/90 mmHg
|
Penurunan curah jantung
|
Penyempitan pembuluh darah
|
|
3
|
DS 3
Klien mengatakan “terbangun malam hari
karena sesak”
DO 3
1. Klien
terlihat pucat
2. Saturasi
oksigen: 92%
3. Nadi:
90x/menit
4. Nafas
cepat disertai batuk
5. Sputum
encer berwarna merah muda
|
Gangguan pertukaran gas
|
Perubahan kapasitas pembawa oksigen
darah
|
|
B. Diagnosa
No.
|
Diagnosa
|
Tanggal ditemukan
|
Tanggal teratasi
|
Paraf
|
1
|
Penurunan curah jantung bd penyempitan
pembuluh darah dd n: 90x/menit, TD : 140/90 mmHg
|
5 april 2013
|
8 april 2013
|
|
2
|
Gangguan pertukaran gas bd perubahan
kapasitas pembawa oksigen darah dd saturasi oksigen 92%
|
5 april 2013
|
8 april 2013
|
|
3
|
Ketidakefektifan jalan nafas bd
Peningkatan produksi sputum dan pembentukan edema dd RR:28x/menit, sputum
encer berwarna merah muda
|
5 april 2013
|
8 april 2013
|
|
C. Intervensi
No.
|
No. Dx
|
Tujuan dan Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Paraf
|
1
|
1
|
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24jam masalah penurunan curah jantung dapat teratasi.
KH :
1. TD
: 120/80 mmHg
2. N
: 60 – 100 x/menit
|
Mandiri :
1. Kaji
TTV
2. Catat
edema umum/tertentu
3. Amati
warna kulit, kelembapan dan suhu
4. Lakukan
tindakan yang nyaman
Kolaborasi
:
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi
|
Mandiri :
1. Mengetahui
perkembangan pasien
2. Dapat
mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal ( vaskular )
3. Adanya
pucat, mencerminkan dekompensasi atau penurunan curah jantung
4. Mengurangi
ketidaknyamanan dan dapat menurunkan ragsangan simpatis
Kolaborasi
:
Menghambat aktivitas simpatis dan menekan
pelepasan renin
|
|
2
|
2
|
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
3x24jam masalah gangguan pertukaran gas dapat teratasi.
KH :
Saturasi oksigen ≥ 93%
|
Mandiri :
1. Kaji
frekuensi,kedalaman pernapasan
2. Berikan
posisi semi fowler pada pasien
3. Observasi
bunyi napas
Kolaborasi
:
Berikan
terapi oksigen dengan benar
|
Mandiri :
1. Berguna
dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya suatu penyakit
2. Pengiriman
oksigen dapat diperbaiki dengan posisi semi fowler dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan napas. Dispnea dan kerja napas.
3. Untuk
mengetahui bunyi napas tambahan yang abnormal
Kolaborasi
:
Untuk
mempertahankan PaO2 diatas 60mmHg, oksigen diberikan dengan metode
yang diberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien
|
|
3
|
3
|
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
3x24jam maslah ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi
KH :
RR :12-24x/menit
Sputum berwarna putih encer
|
Mandiri :
1. Kaji/pantau
frekuensi pernapasan
2. Kaji
pasien untuk posisi yang nyaman
3. Anjurkan
pasien untuk batuk dan napas yang efektif
4. Auskultasi
suara napas tiap 2-4 jam
Kolaborasi
:
Kolaborasi
dengan tim medis lain untuk pemberian o2 dan obat-obatan serta
foto thorax
|
Mandiri :
1. Untuk
mengetahui frekuensi nafas normal atau tidak
2. Penurunan
diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
3. Untuk
menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam, penekanan otot dada
serta abdomen membuat batuk lebih efektif
4. Dapat
menentukan kelainan suara napas pada bagian paru-paru
Kolaborasi
:
Pemberian
oksigen dapat menurunkan beban perapasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hiponia. Dengan foto torax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya
cairan dan kembalinya daya kembang paru.
|
|
D. Implementasi
No.
|
No. Dx
|
Implementasi
|
Hasil
|
Paraf
|
1
|
1
|
1. Mengkaji TTV
2.
Mencatat edema umum/tertentu
3.
Mengamati warna kulit, kelembapan
dan suhu
4.
Melakukan tindakan yang nyaman
|
1. TD
: 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, RR :12-24x/menit
2. Ketidaknyamanan
berkurang
3. Edema
dapat terdeteksi
|
|
2
|
2
|
1. Mengkaji
frekuensi,kedalaman pernapasan
2. Memberikan
posisi semi fowler pada pasien
3. Mengobservasi
bunyi napas
|
1. Perkembangan
dada maksimal
2. Pasien
merasa nyaman dan tidak sesak
3. Bunyi
napas normal
|
|
3
|
3
|
1. Mengkaji/memantau
frekuensi pernapasan
2. Mengkaji
pasien untuk posisi yang nyaman
3. Mengajarkan
pasien untuk batuk dan napas yang efektif
4. Auskultasi
suara napas tiap 2-4 jam
|
1. Pasien
dapat mengeluarkan sputum tanpa bantuan
2. Bunyi
napas dapat terkontrol
|
|
E. Evaluasi
No.
|
Tanggal
|
Diagnosa
|
Evaluasi
|
paraf
|
1
|
8 april 2013
|
Penurunan curah jantung bd penyempitan
pembuluh darah dd n: 90x/menit, TD : 140/90 mmHg
|
S : Klien mengatakan “sesak sudah
tidak terasa dan dapat tidur terlentang”
O
:
1. Klien
terlihat segar
2. N
: 60-100 x/menit
3. TD:
120/80 mmHg
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
|
|
2
|
8 april 2013
|
Gangguan pertukaran gas bd perubahan
kapasitas pembawa oksigen darah dd saturasi oksigen 92%
|
S :
Klien mengatakan “sudah tidak pernah terbangun lagi pada malam hari”
O :
1. Klien
terlihat segar
2. Saturasi
oksigen: ≥93%
3. Nadi:
60-100x/menit
4. RR:
12-24 x/menit
A
: Masalah teratasi
P
: Intervensi dihentikan
|
|
3
|
8 april 2013
|
Ketidakefektifan jalan nafas bd
Peningkatan produksi sputum dan pembentukan edema dd RR:28x/menit, sputum
encer berwarna merah muda
|
S : Klien mengatakan “sudah tidak
sesak nafas”
O :
1. Nafas
normal dan tidak ada batuk
2. RR:
12-24 x/menit
3. Suara
nafas vesikuler
4. Rontgen
thoraks (-) edema paru
5. Sputum
encer berwarna putih
A:
masalah teratasi
P:
intervensi dihentikan
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar