Rabu, 22 Oktober 2014

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM KARDIOVASKULER 1 ( AKUT LUNG ODEMA)

EDEMA PARU AKUT 


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.   Anatomi Fisiologi
Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler.
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli, dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru.
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi.
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air, solut, dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini dijabarkan dalam hukum starling.

B.     Edema Paru Akut
a.       Definisi Edema Paru Akut
1)      Menurut Lippincott Williams & Wilkins. 2002
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi (Flick, 2000, Hollenberg, 2003).          Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ).
Angka kematian  edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan karena gagal jantung  mencapai  30%  (Haas, 2002). Pengetahuan dan penanganan yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita. Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang terjadi (Alpert, 2002).

2)      Menurut Mery Baradero.2008
Oedema Paru Akut adalah suatu keadaan darurat medis yang diakibatkan oleh kegagalan berat ventrikel kiri. Selain kegagalan berat ventrikel kiri, edema paru akut dapat pula diakibatkan oleh:
a)      Inhalasi gas yang memberi rangsangan, seperti karbon monoksida
b)      Overdosis obat barbiturat atau opiat
c)      Pemberian cairan infus, plasma, transfusi darah yang terlalu cepat
Edema paru yang disebabkan oleh kegagalan jantung menimbulkan peningkatan tekanan vena kapiler-kapiler pulmonal. Peningkatan takanan pulmonal ini melebihi tekanan intravaskular osmotik. Oleh karena itu, cairan plasma dari kapiler dan venula dapat masuk ke dalam alveoli melalui membran alveolar-kapilar. Dari alveoli, cairan dapat dengan cepat memasuki bronkiale, dan bronki pasien dapat tenggelam dalam cairan ini.

3)      Menurut Diane C. Baughman. 2000
Edema paru adalah peningkatan abnormal cairan di dalam paru-paru, baik dalam spasium interstitial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding kapilar, merembes ke jalan napas dan menimbulkan dipnea hebat. Penyakit ini merupakan kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan perhatian segera. Edema paru non-kardiak telah menjadi penyebab yang luas: menghirup toksik, takar jalak obat, dan edema paru neurogenik. Penyebab umum edema pulmonal adalah penyakit jantung, y.i., hipertensif arteroskelotik valvular, miopatik. Jika tindakan yang tepat segera dilakukan, serangan dapat dihentikan dan pasien dapat bertahan terhadap komplikasi ini.

4)      Menurut kelompok
Edema, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas.



b.      Etiologi
1)      Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a)       Peningkatan tekanan kapiler paru :
·         Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan  fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
·         Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena  gangguan fungsi ventrikel kiri.
·         Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena  peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b)      Penurunan tekanan onkotik plasma.
·         Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,  hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c)      Peningkatan tekanan negatif intersisial :
·         Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
·         Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi  saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d)     Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
·         Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

2)      Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
a)      Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b)      Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap  Teflon®, NO2, dsb).
c)      Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,  alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
d)     Aspirasi asam lambung.
e)      Pneumonitis radiasi akut.
f)       Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g)      Disseminated Intravascular Coagulation.
h)      Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,  leukoagglutinin.
i)        Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j)        Pankreatitis Perdarahan Akut.

3)      Insufisiensi Limfatik :
a)      Post Lung Transplant.
b)      Lymphangitic Carcinomatosis.
c)      Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4)      Tak diketahui/tak jelas
a)      High Altitude Pulmonary Edema.
b)      Neurogenic Pulmonary Edema.
c)      Narcotic overdose.
d)     Pulmonary embolism.
e)      Eclampsia
f)       Post Cardioversion.
g)      Post Anesthesia.
h)      Post Cardiopulmonary Bypass.

c.       Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan  non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung  Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat  terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
1)       Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

2)      Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
a)      Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b)      kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c)      Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d)     High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e)      Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f)       Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g)      Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h)      Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

C.   Patofisiologi Edema Paru Akut
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.



E.   Manifestasi Klinis
1)      Menurut Diane C. Baughman 2002
a)        Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan biasanya didahului dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.
b)        Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan napas), tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi abu-abu.
c)        Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi.
d)       Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
e)        Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati panik, pasien mulai bingung dan kemudian stupor.
f)         Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).

2)      Menurut wordpress.com
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:

Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

F.    Pemeriksaan Diagnostik
a.       Menurut Marilynn E Dongoes dkk. 1999
1)      EKG : Hiportrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat, disritmia mis… takikardia, fiblirasi atrial, munkin sering terdapat KVP, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisme ventricular ( dapat mengakibatkan gagal / disfungsi jantung )
2)      Sonogram ( ekokardiogram, ekokardiogram dopple ) : dapat menunjukan dimensi perbearan bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventricular
3)      Skan jantung ( multigated acquisition/MUGA ) : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding
4)      Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras disuntik ke dalam ventrikel menunjukan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi /perubahan kontraktilitas
5)      Rontgen dada : dapat menunjukan perbesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal mis .. bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukan aneurisme ventrikel.

b.      Menurut wordpress.com
1)    Pemeriksaan Fisik
a)      Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
b)      Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
c)      Takikardia dengan S3 gallop.
d)     Murmur bila ada kelainan katup.

2)      Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.

3)    Laboratorium
a)      Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
b)      Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
c)      Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
4)    Gambaran Radiologi yang ditemukan :
a)      Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
b)      Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
c)      Kranialisasi vaskuler
d)     Hilus suram (batas tidak jelas)
e)      Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar hasil radiologi

Gambar 1 : Edema Intesrtitial
Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).
 

Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru
Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)
Gambar 3 : Bat’s Wing
Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).

5)        Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

6)        Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP).
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.

7)        Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)  adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

G.  Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis adalah:
1)      Mengendalikan hipoksemia
2)      Memperlambat pengembalian darah vena ke jantung
3)      Memperbaiki fungsi jantung
4)      Relaksasi fisik dan mental

Pasien diberi posisi fowler tinggi. Biasanya dokter memberi obat morfin sulfat 10-15 mg IV. Obat ini dapat mengurangi rasa cemas dan mengurangi tekanan atrium kiri. Untuk menangani hipoksemia, pasien diberikan oksigen 40-70 %. Kadang-kadang pasien perlu diintubasi (selang endotrakea atau trakeostomi) agar volume tidal adekuat dan konsentrasi oksigen yang diperlukan dapat diberikan. Intubasi juga dapat mempermudah pengisapan untuk mengeluarkan sekresi yang banyak.
Obat-obat yang diberikan adalah aminofilin intravena untuk bronkodilatasi, meningkatkan haluaran urine, dan curah jantung; digitalis; diuretik; dan vasodilator. Apabila tindakan-tindakan diatas tidak membantu, ada dua terapi yang kontroversial, tetapi juga dipakai dokter, yaitu flebotomi dan torniket rotasi. Flebotomi adalah insisi pada pembuluh darah vena untuk mengambil sejumlah darah guna mengurangi darah yang beredar dalam seluruh tubuh. Tekanan pulmonal dapat berkurang dengan mengurangi jumlah darah yang beredar. Akan tetapi, prosedur ini juga mengurangi hemoglobin pasien dan dapat memperberat hipoksemia. Tujuan dari torniket rotasi adalah menahan sejumlah darah pada keempat ekstremitas sehingga overloading jantung berkurang. Sekitar 1 liter darah dapat ditahan pada ekstremitas dengan torniket rotasi. Torniket dipasang pada tiga ekstremitas sekaligus. Tiap 15 menit (menurut arah jarum jam) satu torniket dilepas dan dipasang ke ekstremitas yang belum ada torniketnya. Dengan demikian setiap ekstremitas memakai torniket selama 45 menit. Mesin torniket rotasi dapat menggembungkan dan mengempiskan manset torniket secara automatis.
Torniket rotasi tidak boleh menghalangi sirkulasi darah arteria pada ekstremitas, yang dihalangi adalah sirkulasi darah vena. Setelah dilepas satu torniket dan warna kulit pada tungkai tersebut tidak kembali normal, perawat harus segera memberi tahu dokter. Apabila prosedur akan dihentikan, torniket dilepas satu per satu tiap 15 menit untuk menghindari peningkatan tekanan darah vena secara tiba-tiba dan timbul kembali edema paru.

H.  Komplikasi
Perinatal asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya "denyut yang berhenti") merupakan kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa. Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai dengan metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf pusat (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-paru untuk bernafas.
Karakteristik Esensial
Tanda-tanda khusus dari bayi baru lahir dengan asfiksia, harus memenuhi 4 kriteria berikut :
a)      Metabolik asidosis, darah diperiksa dari arteri umbilical cord fetus (pH <7 dan basa defisit >=12 mmol/L)
b)      Skor Apgar 0-3 selama lebih dari 5 menit.
c)      Adanya kelainan neurologis seperti kejang, koma atau hipotonis (neonatal ensefalofati)
d)     Disfungsi multiorgan

Mekanisme Asfiksia Selama Periode Partus dan Post-Partum
Beberapa mekanisme yang dapat menimbulkan asfiksia diantaranya :
a)      Gangguan sirkulasi umbilikal, contohnya karena kompresi ''umbilical cord''
b)      Tidak mencukupinya perfusi plasenta, contohnya yaitu hipotensi maternal, hipertensi kehamilan, dan kontraksi uterus yang abnormal.
c)      Gangguan oksigenasi maternal, contohnya penyakit jantung-paru dan anemia
d)     Adanya gangguan pada pertukaran gas di plasenta, contohnya yaitu abruptio plasenta dan plasenta previa
e)      Paru-paru bayi gagal bertransisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal



BAB III

Kasus :
Pasien Tn. DP, 69 th, datang kerumah sakit dengan keluhan sesak nafas 2 hari smrs. Sesak dirasakan semakin memperberat sehingga pasien tidak dapat tidur terlentang dan terbangun malam hari karena sesak. Saat datang, pasien terlihat pucat, nafas cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer warna merah muda.
Pada pengkaijian riwayat, pasien seebelumnya pernah dirawat dengan NSTEMI. Pasien juga ada riwayat hipertensi, dyslipidemia dan merokok 1 bungkus/hari. Hasil pemeriksaan auskultasi, didapatkan ronkhi ( + ) pada ½ basal paru.Pemeriksaan TD : 140/90 mmHg, N : 90x/menit, RR :28x/menit, saturasi oksigen 92%. Hasil rontgen thorax menunjukan gambaran edema paru.

A.   Pengkajian
1.      Keluhan Utama
a.       Saat masuk Rumah Sakit
Pasien mengeluh sesak nafas 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan semakin memperberat sehingga psien tidak dapat tidur terlentang dan terbangun malam hari karena sesak.
b.      Saat pengkajian
Pasien terlihat pucat, nafas cepat disertai batuk terus menerus dengan sputum encer warna merah muda. Hasil pemeriksaan auskultasi didapatkan ronkhi (+) pada ½ basal paru. Pemeriksaan TD 140/90 mmHg, nadi 90x/menit, RR 28x/menit, saturasi oksigen 92%, hasil rontgen thoraks menunjukan gambaran odema paru.

2.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya pernah dirawat dengan N-STEMI. Pasien juga ada riwayat hipertensi, dyslipidemia dan merokok satu bungkus/hari.

3.      Data fokus
Data Subjektif
Data Objektif
      Klien mengatakan “sesak nafas 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit”
      Klien mengatakan “sesak dirasakan semakin memperberat sehingga pasien tidak dapat tidur terlentang”
      Klien mengatakan “terbangun malam hari karena sesak”
1.      Klien terlihat pucat
2.      Nafas cepat disertai batuk
3.      Ronkhi (+) pada 1/2 basal paru
4.      TD: 140/90 mmHg
Nadi: 90x per menit
RR: 28x per menit
5.      Saturasi oksigen 92%
6.      Rontgen thoraks (+) odema paru
7.      Sputum encer berwarna merah muda


4.      Analisa Data
No.
Data Fokus
Masalah
Etiologi
Paraf
1
DS 1
Klien mengatakan “sesak nafas 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit”

DO 1
1.      Nafas cepat disertai batuk
2.      RR: 28x per menit
3.      Ronkhi (+) pada ½ basal paru
4.      Rontgen thoraks (+) odema paru
5.      Sputum encer berwarna merah muda

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Peningkatan produksi sputum dan pembentukan edema

2
DS 2
Klien mengatakan “sesak dirasakan semakin memperberat sehingga pasien tidak dapat tidur terlentang”

DO 2
1.      Klien terlihat pucat
2.      N : 90 x/menit
3.      TD: 140/90 mmHg

Penurunan curah jantung
Penyempitan pembuluh darah

3
DS 3
Klien mengatakan “terbangun malam hari karena sesak”

DO 3
1.      Klien terlihat pucat
2.      Saturasi oksigen: 92%
3.      Nadi: 90x/menit
4.      Nafas cepat disertai batuk
5.      Sputum encer berwarna merah muda

Gangguan pertukaran gas
Perubahan kapasitas pembawa oksigen darah


B.   Diagnosa
No.
Diagnosa
Tanggal ditemukan
Tanggal teratasi
Paraf
1
Penurunan curah jantung bd penyempitan pembuluh darah dd n: 90x/menit, TD : 140/90 mmHg
5 april 2013
8 april 2013

2
Gangguan pertukaran gas bd perubahan kapasitas pembawa oksigen darah dd saturasi oksigen 92%
5 april 2013
8 april 2013

3
Ketidakefektifan jalan nafas bd Peningkatan produksi sputum dan pembentukan edema dd RR:28x/menit, sputum encer berwarna merah muda
5 april 2013
8 april 2013


C.   Intervensi
No.
No. Dx
Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Paraf
1
1
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam masalah penurunan curah jantung dapat teratasi.

KH :
1.      TD : 120/80 mmHg
2.      N : 60 – 100 x/menit

Mandiri :
1.      Kaji TTV
2.      Catat edema umum/tertentu
3.      Amati warna kulit, kelembapan dan suhu
4.      Lakukan tindakan yang nyaman

Kolaborasi :
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi

Mandiri :
1.      Mengetahui perkembangan pasien
2.      Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal ( vaskular )
3.      Adanya pucat, mencerminkan dekompensasi atau penurunan curah jantung
4.      Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan ragsangan simpatis

Kolaborasi :
Menghambat aktivitas simpatis dan menekan pelepasan renin


2
2
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24jam masalah gangguan pertukaran gas dapat teratasi.

KH :
Saturasi oksigen ≥ 93%
Mandiri :
1.      Kaji frekuensi,kedalaman pernapasan
2.      Berikan posisi semi fowler pada pasien
3.      Observasi bunyi napas

Kolaborasi :
Berikan terapi oksigen dengan benar

Mandiri :
1.      Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya suatu penyakit
2.      Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi semi fowler dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan napas. Dispnea dan kerja napas.
3.      Untuk mengetahui bunyi napas tambahan yang abnormal

Kolaborasi :
Untuk mempertahankan PaO2 diatas 60mmHg, oksigen diberikan dengan metode yang diberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien


3
3
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24jam maslah ketidakefektifan jalan nafas dapat teratasi

KH :
RR :12-24x/menit
Sputum berwarna putih encer

Mandiri :
1.      Kaji/pantau frekuensi pernapasan
2.      Kaji pasien untuk posisi yang nyaman
3.      Anjurkan pasien untuk batuk dan napas yang efektif
4.      Auskultasi suara napas tiap  2-4 jam

Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian o2 dan obat-obatan serta foto thorax

Mandiri :
1.      Untuk mengetahui frekuensi nafas normal atau tidak
2.      Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
3.      Untuk menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam, penekanan otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif
4.      Dapat menentukan kelainan suara napas pada bagian paru-paru

Kolaborasi :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban perapasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto torax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.



D.   Implementasi
No.
No. Dx
Implementasi
Hasil
Paraf
1
1
1.      Mengkaji  TTV
2.      Mencatat edema umum/tertentu
3.      Mengamati warna kulit, kelembapan dan suhu
4.      Melakukan tindakan yang nyaman

1.      TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, RR :12-24x/menit
2.      Ketidaknyamanan berkurang
3.      Edema dapat terdeteksi

2
2
1.      Mengkaji frekuensi,kedalaman pernapasan
2.      Memberikan posisi semi fowler pada pasien
3.      Mengobservasi bunyi napas

1.      Perkembangan dada maksimal
2.      Pasien merasa nyaman dan tidak sesak
3.      Bunyi napas normal

3
3
1.      Mengkaji/memantau frekuensi pernapasan
2.      Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman
3.      Mengajarkan pasien untuk batuk dan napas yang efektif
4.      Auskultasi suara napas tiap  2-4 jam

1.      Pasien dapat mengeluarkan sputum tanpa bantuan
2.      Bunyi napas dapat terkontrol



E.   Evaluasi
No.
Tanggal
Diagnosa
Evaluasi
paraf
1
8 april 2013
Penurunan curah jantung bd penyempitan pembuluh darah dd n: 90x/menit, TD : 140/90 mmHg
S : Klien mengatakan “sesak sudah tidak terasa dan dapat tidur terlentang”

O :
1.      Klien terlihat segar
2.      N : 60-100 x/menit
3.      TD: 120/80 mmHg

A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan


2
8 april 2013
Gangguan pertukaran gas bd perubahan kapasitas pembawa oksigen darah dd saturasi oksigen 92%
S :  Klien mengatakan “sudah tidak pernah terbangun lagi pada malam hari”

O :
1.      Klien terlihat segar
2.      Saturasi oksigen: ≥93%
3.      Nadi: 60-100x/menit
4.      RR: 12-24 x/menit

A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan


3
8 april 2013
Ketidakefektifan jalan nafas bd Peningkatan produksi sputum dan pembentukan edema dd RR:28x/menit, sputum encer berwarna merah muda
S : Klien mengatakan “sudah tidak sesak nafas”

O :
1.      Nafas normal dan tidak ada batuk
2.      RR: 12-24 x/menit
3.      Suara nafas vesikuler
4.      Rontgen thoraks (-) edema paru
5.      Sputum encer berwarna putih

A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar